Selanjutnya, Bari melakukan pembayaran sebanyak enam kali dengan nilai Rp 4 miliar kepada Toenggoel untuk pembelian tanah tersebut. Nama pemilik sertifikat akhirnya berubah, dari nama Toenggoel menjadi atas nama Bari.
Dari pembelian ini, Bari kemudian membangun cluster yang berisi 27 bidang tanah. Pembangunan cluster turut diperkuat dengan legalitas Izin Mendirikan Bangunan (IMB) perumahan. Selesai membangun, Bari kemudian menjalin Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan sebuah bank pelat merah.
Baca Juga:
Diminta Bantu Bereskan Pagar Laut Bekasi, Ini Jawaban Eks Menteri Susi Pudjiastuti
Tujuan kerja sama ini agar pihak bank memberikan fasilitas Kredit Kepmilikan Rumah (KPR). Sejumlah konsumen akhirnya tertarik dengan cluster tersebut. Akad kredit pun terjadi, antara pihak debitur dan kreditur.
"Kemudian balik nama kepada debiturnya. Kemudian pasang HT (Hak Tanggungan). HT yang terpasang 18 dari bank pelat merah," kata Bari.
Para debitur pun akhirnya menempati sejumlah rumah dan ruko di Cluster Setia Mekar Residence 2. Bertahun-tahun menempati area cluster, para penghuni dikejutkan dengan datangnya sebuah surat pemberitahuan eksekusi pengosongan lahan dari Pengadilan Negeri Cikarang Kelas II pada 18 Desember 2024.
Baca Juga:
Begini Kisah Awal Mula Sertifikat Pagar Laut Bekasi, dari Kampung Pindah ke Perairan
Obyek eksekusi yakni 27 bidang tanah di cluster tersebut yang mencakup rumah dan ruko, dengan rencana eksekusi pada 20 Januari 2025.
Eksekusi pengosongan lahan merujuk putusan Pengadilan Negeri Bekasi dengan nomor 128/PDT.G/1996/PN.BKS tanggal 25 Maret 1997. Putusan ini merupakan hasil gugatan yang dilayangkan Mimi pada 1996. Karena surat pemberitahuan itulah, baik pihak developer maupun warga terkejut.
Padahal, para penghuni cluster memiliki SHM yang dikeluarkan oleh Kantor ATR/BPN Kabupaten Bekasi atas rumah mereka. Pada saat yang sama, developer dan warga selama ini tidak pernah dilibatkan dalam pokok permasalahan sengketa tanah tersebut.