Tak hanya datang sekali, Elisabeth menyebut para terlapor sering menyerbu rumahnya dalam jumlah besar. “Mereka datang tiba-tiba dan ramai-ramai, bikin kami ketakutan,” tuturnya.
Saudaranya, Antonius Silaban, juga mengaku terkejut dengan cara-cara yang digunakan para terlapor. Ia sudah tinggal dan membuka bengkel di lokasi tersebut selama puluhan tahun.
Baca Juga:
Bos Ruko Sembako Tewas Mengenaskan di Bekasi, Polisi Selidiki Dugaan Kekerasan
“Beberapa minggu lalu, saya dipaksa menandatangani surat pernyataan untuk mengosongkan rumah. Saat itu, AKO dan YS datang bersama seseorang berseragam TNI AD bernama BN,” jelasnya.
Antonius menambahkan, surat tersebut sebenarnya sudah disiapkan oleh seorang wanita yang diduga diarahkan oleh YS. Isinya menyatakan bahwa tanah harus dikosongkan paling lambat 23 Juni 2025 pukul 17.00 WIB.
“Saya sempat menolak karena kami pemilik sah tanah itu. Tapi karena ada tekanan dan intimidasi, saya akhirnya menandatangani juga,” katanya.
Baca Juga:
LSM Trinusa Peras Pedagang hingga Rp5,8 Miliar, Ketua Dapat Jatah Rp1,6 Juta Per Hari
Menurut Antonius, mereka juga sempat meminta salinan surat kuasa dari AKO yang mengaku sebagai ahli waris, namun tak pernah diberi. “Kami tanya surat kuasanya, tapi tidak pernah ditunjukkan. Klaim mereka tidak jelas,” imbuhnya.
Setelah mendapatkan masukan dari keluarga dan pengacara, Antonius mencabut surat pernyataan yang ditekennya di bawah tekanan tersebut. “Saya cabut tanggal 18 Juni, sebelum batas waktu pengosongan tiba. Mereka juga sempat menawarkan uang Rp100 juta sebagai ‘upah’ pengosongan,” ujar Antonius.
Pada hari Sabtu, 21 Juni 2025, ketika kelompok tersebut kembali datang, Antonius sudah didampingi oleh pengacara Maruli Tua Silaban, SH, MH dari kantor hukum LAW FIRM MTS & PARTNERS. Maruli hadir untuk melakukan perlawanan hukum dan menegaskan bahwa para terlapor harus menunjukkan legalitas hak mereka atas tanah itu.