Dalam putusan perkara perdata ini, bukti dan alat bukti yang digunakan Ruben dalam perkara pidana dianggap tidak sah oleh pengadilan perdata.
Karena itu, Bambang menegaskan bahwa perkara ini seharusnya diperlakukan sebagai sengketa perdata, terkait perselisihan bisnis dan hutang-piutang pribadi antara kedua belah pihak, bukan sebagai tindak pidana penipuan dan penggelapan sebagaimana didakwakan terhadap Iwan Hartono.
Baca Juga:
Kuasa Hukum PT KRISRAMA: Penahanan 8 Tersangka Pengrusakan Plang Tidak Dapat Diintervensi oleh Pejabat Manapun
Bambang Sunaryo juga mengungkapkan adanya dugaan rekayasa dan manipulasi dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dilakukan oleh pihak kepolisian, serta dalam surat dakwaan yang disusun oleh Jaksa Penuntut Umum.
Menurutnya, kebenaran telah ditutupi dan tanggung jawab pidana dari Wilson Pardede—direktur operasional PT. Annisa Bintang Blitar yang membuat perjanjian SPK—telah dihilangkan.
Wilson Pardede, yang seharusnya bertanggung jawab atas pembayaran tanah urug sesuai SPK, tidak pernah dimintai keterangan dalam proses penyidikan.
Baca Juga:
Dinilai Tak Punya Itikad Baik Usai Disomasi, Direktur PT. Perumahan Bukit Mas-Maumere Dipolisikan
Sebaliknya, Iwan Hartono, yang telah menunjukkan itikad baik dengan mengambil alih tanggung jawab perdata dari Wilson Pardede, justru dijadikan tersangka dalam perkara pidana ini. Bambang menilai tindakan ini sebagai upaya kriminalisasi terhadap kliennya.
Bambang Sunaryo menegaskan bahwa Iwan Hartono telah sepenuhnya melaksanakan kewajiban perdatanya dengan benar. Hal ini dibuktikan melalui dua alat bukti yang sah, yaitu surat perjanjian kesanggupan membayar sisa tagihan dan surat kuasa penjualan toko bertingkat yang telah dilegalisasi oleh notaris.
Namun, Ruben THH dianggap telah melanggar perjanjian ini dengan mencairkan cek BCA secara prematur, sebelum tenggat waktu yang ditentukan dalam perjanjian.