Bekasi.WahanaNews.co - Sehubungan dengan perkara pidana di Pengadilan Negeri Kota Bekasi, dengan nomor perkara 333/Pid.B/2024/PN.Bks, yang melibatkan terdakwa Iwan Hartono dan pelapor Ruben Timbul Hamonangan H, penasehat hukum terdakwa, Bambang Sunaryo, SH, MH, memberikan klarifikasi penting mengenai tuduhan yang diajukan terhadap kliennya.
Dalam keterangannya, Bambang Sunaryo menjelaskan bahwa kasus yang menyeret Iwan Hartono ke meja hijau merupakan hasil rekayasa dan manipulasi, dan sesungguhnya adalah sengketa perdata terkait kerja sama bisnis, bukan perkara pidana sebagaimana yang didakwakan.
Baca Juga:
Kuasa Hukum PT KRISRAMA: Penahanan 8 Tersangka Pengrusakan Plang Tidak Dapat Diintervensi oleh Pejabat Manapun
Klarifikasi pertama yang disampaikan Bambang Sunaryo menyangkut masalah spesifikasi teknis dalam pengiriman tanah urug oleh pelapor Ruben THH.
Menurutnya, tanah urug yang dikirim oleh Ruben tidak sesuai dengan yang diatur dalam Surat Perjanjian Kerja (SPK).
Pengiriman tanah urug yang dilakukan menggunakan dump truck terbukti merupakan campuran tanah merah 30% dengan tanah lumpur hitam 70%. Campuran ini melanggar spesifikasi teknis yang diatur dalam SPK dan menyebabkan kerugian bagi terdakwa, Iwan Hartono.
Baca Juga:
Dinilai Tak Punya Itikad Baik Usai Disomasi, Direktur PT. Perumahan Bukit Mas-Maumere Dipolisikan
Hal ini diperkuat dengan bukti foto pengiriman tanah serta hasil pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan jenis tanah campuran tersebut.
Dengan adanya bukti-bukti ini, Bambang menegaskan bahwa perbuatan Ruben telah merugikan terdakwa dan seharusnya dikategorikan sebagai tindak pidana oleh Ruben sendiri, bukan oleh kliennya.
Selain itu, Bambang Sunaryo juga memaparkan bahwa dalam perkara perdata yang terdaftar dengan nomor perkara 266/Pdt.G/2023/PN.Bks di Pengadilan Negeri Bekasi, Ruben terbukti melakukan perbuatan melawan hukum. Pengadilan menyatakan bahwa Ruben melanggar SPK tanah urug dan diwajibkan membayar ganti rugi sebesar Rp 1,9 miliar kepada Iwan Hartono.
Dalam putusan perkara perdata ini, bukti dan alat bukti yang digunakan Ruben dalam perkara pidana dianggap tidak sah oleh pengadilan perdata.
Karena itu, Bambang menegaskan bahwa perkara ini seharusnya diperlakukan sebagai sengketa perdata, terkait perselisihan bisnis dan hutang-piutang pribadi antara kedua belah pihak, bukan sebagai tindak pidana penipuan dan penggelapan sebagaimana didakwakan terhadap Iwan Hartono.
Bambang Sunaryo juga mengungkapkan adanya dugaan rekayasa dan manipulasi dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dilakukan oleh pihak kepolisian, serta dalam surat dakwaan yang disusun oleh Jaksa Penuntut Umum.
Menurutnya, kebenaran telah ditutupi dan tanggung jawab pidana dari Wilson Pardede—direktur operasional PT. Annisa Bintang Blitar yang membuat perjanjian SPK—telah dihilangkan.
Wilson Pardede, yang seharusnya bertanggung jawab atas pembayaran tanah urug sesuai SPK, tidak pernah dimintai keterangan dalam proses penyidikan.
Sebaliknya, Iwan Hartono, yang telah menunjukkan itikad baik dengan mengambil alih tanggung jawab perdata dari Wilson Pardede, justru dijadikan tersangka dalam perkara pidana ini. Bambang menilai tindakan ini sebagai upaya kriminalisasi terhadap kliennya.
Bambang Sunaryo menegaskan bahwa Iwan Hartono telah sepenuhnya melaksanakan kewajiban perdatanya dengan benar. Hal ini dibuktikan melalui dua alat bukti yang sah, yaitu surat perjanjian kesanggupan membayar sisa tagihan dan surat kuasa penjualan toko bertingkat yang telah dilegalisasi oleh notaris.
Namun, Ruben THH dianggap telah melanggar perjanjian ini dengan mencairkan cek BCA secara prematur, sebelum tenggat waktu yang ditentukan dalam perjanjian.
Selain itu, laporan polisi yang dibuat oleh Ruben pada 7 Maret 2023, penetapan tersangka pada 3 Juli 2023, dan dakwaan pembayaran dengan cek kosong terhadap Iwan Hartono, semuanya dianggap tidak sah karena dilakukan sebelum berakhirnya masa berlaku surat kuasa penjualan toko bertingkat.
Bambang menyebut tindakan Ruben sebagai upaya penipuan dan menegaskan bahwa Iwan Hartono tidak melakukan penipuan atau penggelapan seperti yang didakwakan.
Dalam klarifikasinya, Bambang juga mengungkap bahwa Ruben THH sendiri telah memberikan pembayaran dengan cek kosong kepada Iwan Hartono senilai Rp 300 juta. Bukti ini menunjukkan bahwa justru Rubenlah yang melakukan tindak pidana dalam transaksi ini, bukan Iwan Hartono.
Namun, fakta ini sengaja diabaikan dalam BAP penyidikan dan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum, yang menurut Bambang merupakan bagian dari rekayasa kasus ini untuk mengkriminalisasi Iwan Hartono.
Dari semua bukti dan argumentasi yang dipaparkan, Bambang Sunaryo menyimpulkan bahwa perkara ini sebenarnya adalah sengketa perdata yang muncul dari perselisihan bisnis dan hubungan hutang-piutang antara Ruben THH dan Iwan Hartono. Tidak ada unsur pidana atau niat jahat (mens rea) dalam tindakan Iwan Hartono, sehingga tidak seharusnya ia dikenakan dakwaan pidana.
Penasehat hukum Iwan Hartono meminta agar penyidik kepolisian dan Jaksa Penuntut Umum bertanggung jawab atas rekayasa dan manipulasi yang dilakukan dalam perkara ini, dan berharap agar pengadilan memutuskan sesuai dengan fakta-fakta yang telah diungkapkan.