“Seharusnya kita memiliki sistem mitigasi yang lebih proaktif dan berkelanjutan. Jangan hanya bergerak setelah bencana terjadi, tetapi harus ada perencanaan matang sejak awal,” ujarnya.
Ia menuturkan bahwa sinergi antara pemerintah pusat dan daerah sangat diperlukan untuk mengurangi dampak bencana yang terus berulang.
Baca Juga:
Gubernur Jambi Dorong Legalisasi Sumur Minyak Rakyat, Tegaskan Keadilan Energi pada Rapat Nasional Penanganan Sumur Minyak Masyarakat
Ia mengusulkan agar perumusan kewenangan Dewan Aglomerasi tidak hanya fokus pada sinkronisasi dengan RPJMD daerah, tetapi juga memperhitungkan aspek keberlanjutan lingkungan dan kesiapsiagaan komunitas lokal.
“Jika kita ingin perubahan yang nyata, maka pendekatan yang digunakan harus menyeluruh, bukan hanya di atas kertas. Semua pemangku kepentingan harus terlibat aktif, mulai dari pemerintah daerah, masyarakat sipil, hingga sektor swasta,” sebutnya.
Dengan target penyelesaian perumusan kewenangan pada awal tahun ini, Dewan Aglomerasi diharapkan bisa segera beroperasi dan membawa perubahan nyata bagi tata kelola wilayah Jabodetabekjur.
Baca Juga:
Kepala BGN: 2026 Serapan Anggaran MBG Rp1,2 Triliun per Hari
“Saatnya kita berhenti bekerja dalam zona nyaman. Dewan Aglomerasi harus menjadi solusi konkret, bukan sekadar wacana,” pungkas Tohom.
[Redaktur: Rinrin Kaltarina]