Bekasi.WAHANANEWS.CO - Ketua Umum DPP MARTABAT Prabowo-Gibran, KRT Tohom Purba, menegaskan bahwa pembentukan Dewan Aglomerasi Jabodetabekjur merupakan langkah strategis dalam menghadapi bencana di Bekasi dan daerah sekitarnya.
Menurutnya, pembangunan yang terintegrasi di kawasan aglomerasi akan menjadi solusi cepat dan tepat dalam menanggulangi berbagai permasalahan, terutama yang berkaitan dengan mitigasi bencana.
Baca Juga:
Operasi Brantas Jaya 2025, Polisi Tertibkan Belasan Atribut Ormas di Jakarta Timur
Lebih lanjut, Tohom menyambut baik langkah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang sedang merumuskan substansi kewenangan Dewan Aglomerasi.
Ia menilai, jika kewenangan tersebut mencakup koordinasi perencanaan infrastruktur dan mitigasi bencana secara menyeluruh, maka kehadiran Dewan Aglomerasi akan menjadi titik balik dalam tata kelola wilayah Jakarta dan sekitarnya.
“Selama ini, koordinasi antardaerah masih terkesan sektoral dan kurang sinkron. Dengan adanya Dewan Aglomerasi, kita berharap perencanaan pembangunan tidak lagi dilakukan secara parsial, melainkan terintegrasi dalam satu kebijakan besar yang berorientasi pada ketahanan wilayah,” jelasnya, Selasa (11/3/2025).
Baca Juga:
Momen Lebaran Depok 2025, Supian Suri Nostalgia Masa Kecil saat Aduk Dodol
Sementara itu, Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya sebelumnya menyampaikan bahwa Dewan Aglomerasi akan memiliki tugas utama dalam memastikan pembangunan kawasan Jakarta dan sekitarnya berjalan dengan baik.
Ia menegaskan bahwa fokus utama dari perumusan kewenangan Dewan Aglomerasi adalah pencegahan bencana.
Menanggapi hal tersebut, Tohom yang juga Ketua Aglomerasi Watch, mengatakan bahwa respons terhadap bencana di Jabodetabekjur selama ini masih reaktif.
“Seharusnya kita memiliki sistem mitigasi yang lebih proaktif dan berkelanjutan. Jangan hanya bergerak setelah bencana terjadi, tetapi harus ada perencanaan matang sejak awal,” ujarnya.
Ia menuturkan bahwa sinergi antara pemerintah pusat dan daerah sangat diperlukan untuk mengurangi dampak bencana yang terus berulang.
Ia mengusulkan agar perumusan kewenangan Dewan Aglomerasi tidak hanya fokus pada sinkronisasi dengan RPJMD daerah, tetapi juga memperhitungkan aspek keberlanjutan lingkungan dan kesiapsiagaan komunitas lokal.
“Jika kita ingin perubahan yang nyata, maka pendekatan yang digunakan harus menyeluruh, bukan hanya di atas kertas. Semua pemangku kepentingan harus terlibat aktif, mulai dari pemerintah daerah, masyarakat sipil, hingga sektor swasta,” sebutnya.
Dengan target penyelesaian perumusan kewenangan pada awal tahun ini, Dewan Aglomerasi diharapkan bisa segera beroperasi dan membawa perubahan nyata bagi tata kelola wilayah Jabodetabekjur.
“Saatnya kita berhenti bekerja dalam zona nyaman. Dewan Aglomerasi harus menjadi solusi konkret, bukan sekadar wacana,” pungkas Tohom.
[Redaktur: Rinrin Kaltarina]