Bekasi.WahanaNews.co - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi menggagas penggantian Peraturan Daerah (Perda) No.06 tahun 2014 tentang Pembangunan Gedung. Pasalnya, hal dasar dalam Perda tersebut dinilai tidak sesuai dengan Undang-Undang Cipta Kerja.
Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Bekasi, Nicodemus Godjang memaparkan, salah satu yang menonjol dalam Perda pengganti Perda No.06 tahun 2014 tersebut adalah terkait dengan pengaturan pembangunan.
Baca Juga:
Soroti Penanganan Sampah di Wilayah Timur, Dariyanto Sebut Keterbatasan Armada Jadi Kendala Utama
"Seharusnya 'kan sudah berubah, tidak lagi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tapi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Itu pengganti IMB, sesuai dengan Undang-Undang Cipta Kerja. Jadi IMB itu bukan lagi IMB, tapi PBG," kata Nico saat ditemui di Gedung DPRD beberapa waktu lalu, dikutip Jumat (24/11/2023).
Nico juga menyorot terkait dengan banyaknya bangunan-bangunan yang belum memiliki sertifikat layak fungsi (SLF). Nico mencontohkan, semua bangunan gedung pemerintah milik Pemkot Bekasi yang ada saat ini, bahkan belum semua memiliki SLF.
"Karena SLF itukan mengeluarkan anggaran. Ini kita dorong di pengaturannya, bahwa bagaimana anggaran APBD bisa di keluarkan mengurus SLF itu. Misalkan, Gedung DPRD Kota Bekasi masih bertahan gak kalau ada gempa? Kemudian tiba-tiba kebakaran. Sesuai gak ini? Mencukupi gak? Seperti Fire Sprinkler System di gedung, Hydrant, Apar. Itu seharusnya ada di setiap gedung," paparnya.
Baca Juga:
PAW PPP, Mubakhi Resmi Dilantik Jadi Anggota DPRD Kota Bekasi Periode 2024-2029
Ia menilai, saat ini, masih banyak gedung yang tidak memiliki SLF karena terkendala anggaran. Pasalnya, pembuatan SLF Itu sendiri menggunakan jasa konsultan dan pastinya membutuhkan anggaran.
"Darimana anggarannya? Kalau bicara APBD 'kan harus ada nomenklatur. Kalau tidak ada ya tidak bisa. Sampai kalau tidak ada siapa yang menjamin kalau gedung roboh atau terbakar? Itu yang akan kita atur nanti," tegasnya.
Lebih lanjut, politisi PDI Perjuangan itu memaparkan, dalam Perda yang baru tersebut, nantinya akan juga diatur bagaimana setiap bangunan Pemkot maupun swasta itu ada icon serta memuat kearifan lokal.
"Jadi, mau gedung mall, hotel, atau gedung-gedung tinggi lainnya harus ada icon lokasinya. Seperti di Bali, gedung tidak boleh lebih dari tinggi pohon kelapa. Itukan aturan kearifan lokal mereka. Apakah di gapuranya, apakah di gedungnya. Setiap membangun kita akan minta icon kearifan lokalnya. Seperti lima bambu dalam rangka Bekasi memiliki track mark," terangnya.
Kemudian, adapula pembuatan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) harus ada sanksi. Nico mencontohkan, salah satunya masyarakat di RW 06, Duren Jaya, Bekasi Timur. Karena ada pembangunan perumahan, ratusan KK terdampak banjir yang dahsyat meski hujan sedikit di wilayah tersebut.
"Ini salah satu contoh Pemkot mengeluarkan PBG tanpa memperhatikan file banjir dan AMDAL-nya. Itu contoh kasus, dan masih banyak ditempat lainnya. Dalam rangka peningkatan PAD, mengundang investor, investor jadi bebas membangun. Tapi jangan dong membangun mall, bangun gedung, tetapi masyarakat sekitar jangan kena getahnya dan menjadi korban," pungkasnya.[ADV/Setwan]