BEKASI.WAHANANEWS.CO — Seorang warga mengeluhkan oknum kelurahan di Kota Bekasi yang diduga menggiring praktek pungutan liar (pungli) saat hendak meminta pelayanan berupa tandatangan berkas Akta Jual Beli (AJB) kepada lurah atau sekretaris lurah sebagai saksi.
Padahal seharusnya, layanan ini merupakan bagian dari pelayanan publik tanpa biaya tambahan.
Baca Juga:
BNN Sumut Ungkap 2 Camat dan Lurah di Medan Positif Narkoba
“Disitu (red-AJB) kata orang di kelurahan ada hitungannya, paling tidak 2-3% dari harga transaksi untuk bisa ditandatangani lurah,” ujar warga yang tidak ingin disebutkan namanya, Kamis (28/8/2025).
Adapun perlu diketahui bahwa, Dasar Hukum dan Prinsip Pelayanan Menurut Pasal 80 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pungutan hanya sah apabila ditetapkan dalam peraturan daerah.
Sementara itu, berdasarkan UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang dilansir dalam laman ombudsman.go.id mengamanatkan bahwa pelayanan harus gratis, transparan, dan akuntabel. Tidak ada ketentuan yang mengamanatkan adanya fee untuk tanda tangan lurah/sekretaris lurah dalam AJB.
Baca Juga:
Perkuat Kebersamaan dan Keimanan, DP Korpri Kota Binjai Gelar Tausyiah Ramadan
Adapun Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 Tahun 2016 (perubahan atas PP No. 37 Tahun 1998) memberikan wewenang kepada Lurah di daerah yang belum memiliki PPAT atau disebut sebagai PPAT Sementara (PPATS) guna memfasilitasi pembuatan akta jual beli.
Namun, tugas ini merupakan amanah jabatan, bukan layanan berbayar sebagaimana disebut dan dilansir dalam ejournal.undip.ac.id
Adapun Batas Fee Resmi PPAT: Tidak Melebihi 1%. Dimana Ombudsman RI telah menyatakan, secara administrasi bahwa honorarium untuk saksi dalam pembuatan akta (oleh PPAT) tidak boleh melebihi 1% dari nilai transaksi. Namun, keharusan ini tidak berlaku untuk Lurah karena peranannya bukan sebagai PPAT resmi.
Maka dari itu, jika memang terbukti adanya pemungutan di luar ketentuan resmi, khususnya oleh pejabat publik seperti Lurah, hal ini termasuk dalam kategori pungutan liar (pungli) dan tercantum dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, hal ini bisa dijadikan landasan hukum penindakan.